Kamis, 30 Maret 2017

Diskusi Interaktif Nyepi 1939 Saka RRI Batam

Pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 di RRI Batam, Graha Pena, Batam Centre Drs. I Wayan Catra Yasa, MM selaku Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Prov. Kepulauan Riau dan Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam melakukan siaran interaktif RRI Batam dengan topik dengan tema Nyepi dan Pengendalian Diri.

Di awal penyampaiannya Wayan menjelaskan Konsep dasar Agama Hindu disebut Oanca Sradha. Dalam pelaksanaan ritual keagamaan harus didasari dengan sradaha atau keyakina. Jika spiritual tanpa keyakinan maka sama dengan gagal atau tidak mencapai tujuan dari yajna itu sendiri. Wayan Catra menjelaskan tentang korelasi pelaksanaan Nyepi dengan pengendalian Diri. Bahwasanya dalam rangkaian Nypei umat Hindu diajarkan untuk senantiasa mengendalikan diri. Wayan juga menyinggung penting menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan, hubungan yang harmonis dengan sesama manusia dan hubungan yang harmonis dengan alam lingkungan tempat kita tinggal. Ke tiga hal inilah menjadi penyebab kebahagiaan kita baik di dunia maupun setelah kita mati dan juga terwujudnya loka samggraha.

Selanjutnya Eko menjelaskan tema Nyepi Nasional dan rangkaian Nyepi 1939 Saka. Sesuai dengan edaran dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: 27/Parisada Pusat/II/2017 perihal Kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 menetapkan Tema Nasional Hari Raya Nyepi yaitu: "Jadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI". Dari tema ini Eko mengajak umat Hindu di Kota Batam untuk mengutamakan toleransi beragama daripada permusuhan. Kerukunan adalah modal awal membangun bangsa.

Kemudian Eko menjelaskan rankaian Nyepi yang diawali dengan Melasti. Di Kota Batam upcara Meleasti dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 26 Maret 2017 jam 17.00 WIB di danau Sei Ledi. Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala melasti bertujuan untuk Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana yang artinya Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam. Dan dalam dalam Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah Amet sarining amerta kamandalu ring telenging sagara yang artinya Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera. Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra: Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh yang artinya ”Mensucikan sthana para dewa”

Jadi tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan.

Dilanjutkan Upacara Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Maret 2017. Upacara Tawur Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara Tawur juga bertujuan untuk menyeimbangkan energI alam, karena alam terdiri dari energy positif dan negative. Melalui prosesi Tawur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan kekuatan unsur bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.

upacara Tawur Kesanga identik dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat Hindu Batam membuat 4 (empat) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala yang diararak oleh Remaja putra, ibu-ibu, siswa Pasraman Jnana Sila Bahkti dan siswa PAUD Janan Sila Bhakti. Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.

Pada hari Selasa pagi tanggal 28 Maret dari jam 06.00 WIB sampai dengan Hari Rabu pagi, tanggal 29 Maret 2017 jam 06.00 WIB umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian.. Parisada Hindu Dharma Indonesia telah menetapkan perayaan Nyepi dilaksanakan dengan menjalankan Catur Brata Penyepian untuk umat yaitu yang pertama adalah Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah bukan hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah dalam diri kita sendiri. Yang kedua adalah Amati Karya (tidak bekerja). Maksudnya menyepikan indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi, mengendalikan indera-indera kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi pada Brahman. Ketiga adalah Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya adalah kita tidak membiarkan pikiran mengembara tak tentu arah, pikiran senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan hal-hal tentang keagungan Brahman. Terakhir adalah Amati Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa kita harus membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton TV, musik dan sebagainya.

Rangkaian Ngembak Geni dilaksanakan pada hari Rabu pada tanggal 29 Maret 2017 mulai jam 06.00 waktu setempat. Ngembak geni secara harfiah adalah kembali menyalakan api, artinya umat Hindu mulai bekerja beraktifitas sesuai dengan swadharmanya masing-masing berlandaskan ajaran dharma atau kebenaran. Ngembak geni juga bermakna kit merayakan kemenangan setelah menjalankan Catur Brata Penyepian dengan berkunjung dari rumah ke rumah saling menyiarkan ajaran dharma dan menceritakan ajaran kebenaran atau dharma vada.

Sebagai puncaknya adalah dharma santi yang dilaksanakan pada tanggal 8 April 2017 di Pura Agung Amerta Bhuana. Dharma Santi dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan dan budaya setempat. Iksa sakti desa kala dan tattwa. Dharma Santi Nyepi yang rencananya akan diadakan di Pura Agun Amerta Bhuana. Dharma Santi adalah simbol persatuan umat di mana umat saling bertemu, bertegur sapa menyampaikan dan mendengar pesan perdamaian dan kebenaran dalam nuansa dhama (agama). Umat Hindu saling maaf memaafkan dan melakukan simakrama

Di akhir pembicaraannya Eko berpesan kepada panitia Nyepi untuk menjaga kerukunan internal dan eksternal umat beragama di kota Batam, menjaga kebersihan dan ketertiban umum, tidak melakukan pemborosan dengan memaksimalkan potensi yang ada dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efesien, tidak merusak flora dan fauna serta tidak mengganggu ekosistem alam yang ada, memperhatikan budaya dan kearifan lokal di bumi Melayu, senantiasa mengedepankan koordinasi dengan instansi terkait agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan dan berpedoman dan taat terhadap Tata Peraturan Perundang-Undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (eko2017)






Rabu, 29 Maret 2017

Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat

Bertempat di Hotel Harmoni One, Batam Center, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Prov. Kepulauan Pada hari Kamis tanggal 23 Maret 2017 menggelar seminar Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat. Hadir pada kesempatan itu Ketua FKPT Prov. Kepulauan Riau yang diwakili oleh Sekretaris, Walikota Batam yang diwakili oleh Kepala Kebangpol, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam, perwakilan media masa, dan mahasiswa di kota Batam.

Menurut sekretaris bahwa tujuan dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk mendorong media massa untuk meningkatkan efektifitasnya sebagai salah satu sarana pencegahan terosisme sekaligus meningkatkan pengurangan terorisme, mendorong media massa untuk menggali potensi kearifan lokal sebagai sarana pencegahan ke dalam dengan melalui pemberitaan, dan mendorong masyarakat untuk lebih bijaksana dalam menggunakan internet sehingga mampu menimbulkan daya cegah dan daya tangkal terhadap penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme. Adapun hasil yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah terlaksananya kegiatan pendekatan dan pelibatan media  dalam pencegahan melalui FKPT Prov. Kepulauan Riau, tersampaikannya materi pencegahan radikalisme dan terorisme pada kegiatan Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat, terhimpunnya saran dan masukkan dari komunitas media, pengguna media, dan terbitnya buku karya jurnalis.

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Batam juga berkesempatan memberikan kata sambutan. Dalam sambutannya Kepala Kesbangpol menyatakan bahwa pers mempunyai peranan yang sangat besar di tengah-tengah masyarakat karena pers bisa menyampaikan berita kepada masyarakat termasuk menyampaikan pemberitaan tentang radikalisme. Untuk itu paham radikalisme sudah semestinya harus dilakukan tindakan preventif. Kesabangpol berharap media dapat menyaring dan menyampaikan berita yang membawa pesan perdamaian. Semua Majelis Agama dan Paguyuban masyakat harus mengajak masyarakatnya untuk bersatu menciptakan perdamaian mengingat Batam yang stragtegis ini yang juga merupakan miniatur dunia dan barometer kerukunan umat beragama. Hampir semua suku ada di Batam karena Batam menjadi daya tarik tersendiri bagi pencari kerja kalau kita ibaratkan Kota Batam ini adalah gula yang rasanya manis sehingga banyak semut yang datang. Kita harus menjalin hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, tidak hanya dengan Tuhan. Orang tua juga harus mengawasi pendidikan dan pergaulan anak-anak kita untuk mencegah paham radikalisme masuk dalam kehidupan anak-anak kita. Guru, pemuka masyarakat, alim ulama harus memberikan contoh yang baik kepada anak – anak dan generasi muda. Jumlah Generasi muda Indonesia yang banyak jangan menjadi sumber kehancuran bangsa tetapi harus dibina untuk membesarkan nama bangsa. Masalah penanggulangan terorisme memang sangat kompleks sehingga harus dilakukan pencegahan sejak dini pada generasi muda. Untuk itu dianggap perlu untuk mengadakan kegiatan Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat.

Selanjutnya Jimmy Silalahi selaku Ketua Komisi Hukum Dewan Pers menyampaikan paparan materi tentang Berita Hoax dan Radikalisme. Menurutnya Media harus mampu memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media termasuk anak-anak dan generasi muda menjadi sadar tentang cara media dibuat dan diakses. Selanjutnya adalah Paparan Materi tentang Literasi Media Sebagai Upaya Cegah Tangkal Radikalisme dan Terorisme, dan Kesalahan Dalam Pemberitaan terkait Terorisme. Dilanjutkan dengan paparan nasumber dengan materi Filter Bubble oleh Azka Azfari Silmi. Kekuatan Media Sosial dan Jurnalisme Warga untuk Membangun Komunitas Masyarakat Basis dalam Melawan Hoax dan Menangkal Radikal-terorisme oleh Willy Pramudya

Acara diakhiri dengan Pembentukan Komunitas pemberantas Hoax di Kota Batam dan Paparan/Presentasi Komunitas anti Hoax di Kota Batam yang sudah terbentuk sebanyak 3 (tiga) kelompok. Kegiatan ini sangat positif sehingga harus berkesinambungan dan ada tindak lanjutnya. Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Radikalisme dan Terorisme di Masyarakat ini sangat bermanfaat bagi masyarakat media dan pengguna media. Pencegahana paham radikalisme bisa dimulai dari pemberitaan yang benar dan kondusif. Selanjutnya tokoh masyarakat guru dan orang tua harus memberi contoh yang benar. (bimashindubatatam2017)






Sabtu, 25 Maret 2017

Nyepi yang Hening

Sesuai dengan edaran dari Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Nomor: 27/Parisada Pusat/II/2017 perihal Kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 menetapkan Tema Nasional Hari Raya Nyepi yaitu: "Jadikan Catur Brata Penyepian Memperkuat Toleransi Kebhinekaan Berbangsa dan Bernegara Demi Keutuhan NKRI".

Tahun baru Saka memang berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi yang dirayakan dengan sangat meriah dengan pesta kembang api, petasan, musik dan lain sebagainya. Perayaan Tahun Baru Saka lebih ke arah pendalaman spiritual dengan mengajak umat Hindu di Indonesia untuk melakukan tapa brata yoga dan samadhi, melakukan instropeksi diri.

Setiap tahun umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan berbagai rangkaian kegiatan ritual dan spiritual, sebagai wujud pengamalan ajaran Agama Hindu yang sarat dengan makna nilai filosofis. Nilai filosofis itu merupakan nilai intrinsik bagi umat Hindu, bahkan merupakan nilai universal yang dapat diaktualisasikan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat positif dan penting untuk dilaksanakan secara terus menerus setiap tahunnya. Mengingat ini merupakan salah satu upacara Panca Yajña yang bertujuan untuk menyucikan dan memuliakan para dewa, para maharsi, leluhur, bhuta kala dan kesejahteraan manusia serta proses membumikan ajaran Weda. Di dalam kehidupan agama Hindu telah tumbuh keinginan umat Hindu untuk meningkatkan  cara-cara hidup beragama serta mendalami aspirasi agamanya  dengan menggunakan   pendekatan rasionalistas dan filosofis guna menembus tabir dogmatisme, dengan menggunakan kajian sastra Hindu yang terhimpun dalam berbagai pustaka suci Weda, Lontar (nibhanda) dan sumber sastra lainnya. Peninggalan Leluhur Hindu yang adiluhung. Pelaksanaan Rangkaian hari Raya Nyepi merupakan usaha untuk mewujudkan loka samgraha (tempat atau suasana yang damai) dan juga satyam (kebenaran), sivam (kesucian), dan Sundaram (keindahan). Hal ini dilandasi oleh  Dharma Siddhiyarta yaitu: Iksa (Tujuan), Sakti (kemampuan), Desa (tempat), Kala (waktu), dan Tattwa (keyakinan/sastra). Sehingga penerapan upacara keagamaan Hindu di Kota Batam akan berbeda dengan yang ada di Bali. Itulah Hindu yang sangat fleksibel dan universal.

Upacara Yajña  merupakan salah satu pendekatan diri kepada Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mencapai kesempurnaan lahir batin sebagaimana diungkapkan dalam sastra suci. Oleh karena itu kegiatan upacara Yajña  adalah merupakan aktivitas keagamaan yang paling tampak pertama dalam implementasi kehidupan keagamaan Hindu sesuai dengan Tri Kerangka Dasar Agama Hindu yaitu: Tattwa, Susila dan Upakara). Dan umat Hindu di Kota batam melaksanakan perayaan Nyepi 1939 Caka dengan sederhana tetapi penuh dengan makna. rangkaian demi rangkaian telah dlakukan. Puncaknya adalah pelaksanaan Catur Brata Penyepian pada tanggal 28 Maret 2017. Hari raya Nyepi dirayakan setiap tahun sekali pada Sasih Kesanga, biasanya jatuh pada bulan Maret.  Dan pada tahun ini Nyepi jatuh pada hari Selasa, 28 Maret 2017.

Umat Hindu biasanya juga diwajibkan melakukan dana punia. Parisada  Hindu Dharma Indonesia telah menetapkan 4,7 % penghasilan yang kita puniakan melalui sebuah Badan Dharma Nasional (BDDN). Umat Hindu bias menyalurkan punia sebesar 4,7% dari penghasilan melalui nomor rekening bank BDDN Parisada. Adapun peruntukan dari dana punia BDDN Parisada ini adalah untuk pemberdayaan ekonomi umat Hindu, pendidikan (pemberian beasiswa), dan lain-lain.

Pada Hari Minggu, 26 Maret 2017, tepatnya 2 (dua) hari sebelum Nyepi diadakan upacara Melasti atau Melis dan ini dilakukan sebelum upacara Tawur Kesanga. Upacara Tawur Kesanga ini dilaksanakan pada hari Senin, 27 Maret 2017 bertepatan dengan hari suci Tilem Kesanga. Keesokan harinya, pada tanggal apisan Sasih Kedasa dilaksanakan brata penyepian. Setelah Nyepi, dilangsungkan Ngembak Geni dan kemudian umat melaksanakan Dharma Shanti. Adapun semua rangkaian perayaan Nyepi akan dijabarkan secara rinci di bawah ini.

Menghias Nasi Tumpeng Oleh WHDI Kepulauan Riau dan Kota Batam

Rangkaian Pertama Nyepi yang dilaksanakan umat Hindu di Batam adalah lomba menghias tumpeng yang diselenggarakan oleh Wanita Hindu Dharma Indonesias (WHDI) Provinsi Kepulauan Riau dan Kota Batam pada hari Minggu, tanggal 12 Pebruari 2017 di Aula Pasraman Jnana Sila Bhakti, Kota Batam.

Gerakan Penanaman Pohon oleh DPP Peradah Prov. Kepualuan Riau

Dan pada hari Minggu, 26 Pebruari 2017 umat Hindu Kota Batam yang tergabung dalam Perhimpunan Pemuda Hindu (PERADAH) Prov. Kepulauan Riau mengadakan gerakan penghijauan sekitar pura Agung Amertha Bhuana. Kegiatan ini merupakan rangkaian perayaan hari Raya Nyepi.

Siaran Interaktif Hari Raya Nyepi di RRI

Drs. I Wayan Catra Yasa, MM selaku Ketua Paruman Walaka Parisada Hindu Dharma Indonesia Prov. Kepulauan Riau dan Penyelenggara Hindu pada Kantor Kemenetrian Agama Kota Batam juga telah melakukan siaran Interkatif pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 di RRI Batam, Graha Pena, Batam Centre dengan tema Nyepi dan Pengendalian Diri.

Penampilan Ogoh – Ogoh di Simpang Lampu Merah nagoya pada acara Car Free Day

Pada hari Minggu pagi tanggal 26 Maret 2017 mulai jam 06.00 s/d jam 09.00 akan ditampilkan Ogoh-Ogoh di sepanjang Jalan di Simpang Lampu Merah Nagoya bertepatan dengan Acara Car Free Day.

Melasti, Minggu 26 Maret 2017

Adapun rangkaian selanjutnya adalah Acara Melasti/Makiyis di mana waktu pelaksanaanya menyesuaikan kesepakatan dan tradisi masyarakat setempat (loka drsta), dan untuk di Kota Batam dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 26 Maret 2017 jam 17.00 WIB di danau Sei Ledi.

Umat Hindu Batam mengadakan Melasti pada hari Minggu, 26 Maret 2017 di Danau Sei Ledi sehari sebelum Tawur Agung, sekitar pukul 17.00 WIB. Berkaitan dengan upacara Melasti dijelaskan dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala sebagai berikut:

Anglukataken laraning jagat, paklesa letuhing bhuwana

Artinya:
Melenyapkan penderitaan masyarakat, melepaskan kepapaan dan kekotoran alam.

Dalam Lontar Sundarigama menambahkan bahwa tujuan Melasti adalah:

Amet sarining amerta kamandalu ring telenging sagara

Artinya:

Mengambil sari-sari air kehidupan (Amerta Kamandalu) di tengah-tengah samudera.

Sumber lain menyebutkan bahwa tujuan pelaksanaan melasti adalah menyucikan sarana prasarana, pratima dan wastra:

Pesucian dewa kalinggania pamratista bethara kabeh

Menusucikan sthana para dewa

Jadi tujuan Melasti di samping membersihkan sarana dan prasaran upakara, pratima, wastra adalah juga untuk menghilangkan segala kekotoran diri dan alam serta mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera. Samudera adalah lambang lautan kehidupan yang penuh gelombang suka-duka. Dalam gelombang samudera kehidupan itulah, kita mencari sari-sari kehidupan 

Tawur Agung, Senin 27 Maret 2017

Dilanjutkan Upacara Tawur Agung Kesanga yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 27 Maret 2017. Tawur Agung Kesanga tingkat Nasional dipusatkan di Candi Prambanan, Daerah Istemewa Yogyakarta pada tanggal 27 Maret 2017.

Setelah upacara Melasti, pada keesokan harinya tepatnya hari Senin, 27 Maret 2017 umat Hindu Batam melaksanakan upacara Tawur Kesanga di Pura Agung Amerta Bhuana. pagi harinya bertepatan dengan

Upacara Tawur Kesanga bertujuan untuk memotivasi umat Hindu secara ritual untuk senantiasa melestarikan alam beserta isinya. Upacara Tawur juga bertujuan untuk menyeimbangkan energI alam, karena alam terdiri dari energy positif dan negative. Melalui prosesi Tawur kita melakukan mecaru untuk menyeimbangkan kekuatan unsur bhuta kala sehingga dapat ikut menjaga kelangsungan dunia.

upacara Tawur Kesanga identik dengan Pawai Ogoh-ogoh. Dan pada kesempatan ini umat Hindu Batam membuat 2 (dua) ogoh-ogoh terdiri dari perwujudan bhuta kala. Ogoh - Ogoh dilambangkan sebagai bhuta kala yang merupakan gambaran sifat buruk manusia (sad ripu) seperti marah, iri, lobha, serakah, bingung dan lain sebagainya. Setelah selesai diarak ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kita telah membakar sifat buruk manusia sehingga pada esok harinya umat Hindu tenang dalam melaksanakan Catur Brata Penyepian. Dalam sastra disebutkan pula bahwa pawai ogoh - ogoh juga membantu para bhuta kala meningkatkan kualitas kesuciannya sehingga bhuta kala menjadi nyomya atau somya.

Menurut petunjuk lontar Sanghyang Aji SwamandalaTawur Kesanga termasuk upacara Bhuta Yajña . Yajña  ini dilaksanakan manusia dengan tujuan untuk menumbuhkan kesejahteraan alam lingkungan. Dalam Sarasamuscaya 135 (terjemahan Nyoman Kajeng) disebutkan bahwa untuk mewujudkan Catur Warga, manusia harus menyejahterakan semua makhluk (Bhutahita).

“Matangnyan prihen tikang bhutahita haywa tan masih ring sarwa prani.”
Artinya:

Oleh karenanya, usahakanlah kesejahteraan semua makhluk, jangan tidak menaruh belas kasihan kepada semua makhluk.

“Apan ikang prana ngaranya, ya ika nimitang kapagehan ikang catur warga, mang dharma, artha kama moksha.”

Artinya:

Karenanya kehidupan mereka itu menyebabkan tetap terjaminnya dharma, artha, kama dan moksha.
            
Catur Brata Penyepian

Pada hari Selasa pagi tanggal 28 Maret dari jam 06.00 WIB sampai dengan Hari Rabu pagi, tanggal 29 Maret 2017 jam 06.00 WIB umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian..

Filsafat tentang Catur Brata penyepian ini dijelaskan dalam lontar Sundarigama sebagai berikut:

“…..enjangnya nyepi amati geni, tan wenang sajadma anyambut karya, sakalwirnya, ageni-geni saparanya tan wenang, kalinganya wenang sang wruh ring tattwa gelarakena semadi tama yoga ametitis kasunyatan.”

Artinya:

“….besoknya, Nyepi, tidak menyalakan api, semua orang tidak boleh melakukan pekerjaan, berapi-api dan sejenisnya juga tidak boleh, karenanya orang yang tahu hakekat agama melaksanakan samadhi tapa yoga menuju kesucian.”
           
Parisada Hindu Dharma Indonesia telah mengembangkan menjadi Catur Brata Penyepian untuk umat pada umumnya yaitu:

1.    Amati Geni (tidak menyalakan api). Maksudnya adalah bukan hanya tidak menyalakan api sungguhan, namun kita harus mematikan amarah dalam diri kita sendiri.
2. Amati Karya (tidak bekerja). Maksudnya menyepikan indera-indera kita terhadap aktivitas duniawi, mengendalikan indera-indera kita. Kita senantiasa diharapkan untuk melakukan meditasi pada Brahman.
3.  Amati Lelungan (tidak bepergian). Maksudnya adalah kita tidak membiarkan pikiran mengembara tak tentu arah, pikiran senantiasa diarahkan untuk selalu memikirkan hal-hal tentang keagungan Brahman.
4.    Amati Lelanguan (tidak mencari kesenangan). Maksudnya bahwa kita harus membatasi kesenangan sehari-hari, seperti makan dan minum, nonton TV, musik dan sebagainya.

Tujuan utama Catur Brata Penyepian adalah untuk menguasai diri, menuju kesucian hidup agar dapat melaksanakan dharma sebaik-baiknya menuju keseimbangan dharma, artha, kama dan moksa.   Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan masa kini dan masa yang akan datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan masa datang. Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia. Pengertian ini dilontarkan mengingat kata “tawur” berarti mengembalikan atau membayar.

Sebagaimana kita ketahui, manusia selalu mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil perlu diimbangi dengan perbuatan member, yaitu berupa persembahan dengan tulus ikhlas. Mengambil dan member perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti memotivasi umat Hindu untuk selalu menyeimbangkan jiwa.

Hendaknya Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tinggi. Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma.

Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spiritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcanaUpawasa artinya melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam. Kata “upawasa” dalam Bahasa Sanskerta berarti kembali suci. Mona artinya tidak bicara (termasuk dalam pikiran). Dhyana artinya melakukan pemusatan pikiran pada Brahman atau lebih sering disebut meditasi. Arcana yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah

Pelaksanaan Nyepi seperti itu tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan, namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan

Ngembag Geni

Rangkaian Ngembak Geni dilaksanakan pada hari Rabu pada tanggal 29 Maret 2017 mulai jam 06.00 waktu setempat. Ngembak geni secara harfiah adalah kembali menyalakan api, artinya umat Hindu mulai bekerja beraktifitas sesuai dengan swadharmanya masing-masing berlandaskan ajaran dharma atau kebenaran. Ngembak geni juga bermakna kit merayakan kemenangan setelah menjalankan Catur Brata Penyepian dengan berkunjung dari rumah ke rumah saling menyiarkan ajaran dharma dan menceritakan ajaran kebenaran atau dharma vada.

Dharma Santi Nyepi

Sebagai puncaknya adalah dharma santi yang dilaksanakan pada Bulan April 2017 di Pura Agung Amerta Bhuana. Dharma Santi dilaksanakan secara sederhana sesuai dengan kemampuan dan budaya setempat. Iksa sakti desa kala dan tattwa. Dharma Santi Nyepi yang rencananya akan diadakan di Pura Agun Amerta Bhuana. Dharma Santi adalah simbol persatuan umat di mana umat saling bertemu, bertegur sapa menyampaikan dan mendengar pesan perdamaian dan kebenaran dalam nuansa dhama (agama). Umat Hindu saling maaf memaafkan dan melakukan simakrama

Demikian sedikit ulasan tentang perayaan hari raya Nyepi di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, semoga kita semua dapat melaksanakan rangkaian perayaan Nyepi 1939 saka dengan baik. Semoga melalui momentum Hari Raya Nyepi 1939 Saka kita dapat melakukan instropeksi diri dan penyadaran diri untuk menjadi umat Hindu yang lebih baik. Di samping juga mempererat peratuan umat Hindu dan antar Umat Beragama, menjaga kerukunan intern dan ekstern umat bergama menuju Batam sebagai bandar dunia yang madani.

Maka dari dalam melaksanakan kegiatan tersebut panitia pelaksana Hari Raya Nyepi 2017 di Kota Batam untuk menjaga kerukunan internal dan eksternal umat beragama di kota Batam, menjaga kebersihan dan ketertiban umum, idak melakukan pemborosan dengan memaksimalkan potensi yang ada dengan penggunaan anggaran yang efektif dan efesien, idak merusak flora dan fauna serta tidak mengganggu ekosistem alam yang ada, memperhatikan budaya dan kearifan loka di Bumi Melayu, senantiasa mengedepankan koordinasi dengan intansi terkait agar tidak terjadi hal-hal yang dinginkan dan berpedoman dan taat terhadap Tata Peraturan Perundang-Undangan NKRI.(ep2107).

Senin, 13 Maret 2017

Dirjen Bimas Hindu: ” Pembinaan Umat Hindu Melalui Pendekatan Budaya”

Pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 Prof. Ketut Widnya selaku Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI memberikan materi pembekalan kepada peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (Pakemnas) IX DPN Peradah Indonesia di Mahajaya Hotel, Denpasar, Bali.

Mengawali pembekalannya, Dirjen Bimas Hindu mengajak pemuda Hindu melakukan pembinaan pendekatan budaya dalam pembinaan umat, bukan hanya dengan pendekatan agama. Agama dengan sendirinya akan selalu beriringan dengan adat dan budaya. Misalnya di  Bali yang sangat kuat adat dan di tradisinya. Di Jawa, Papua, Kalimantan dan sebagainya pastilah berbeda. Pengembangan agama lewat seni budaya contoh pengembangan Kecak ala Papua, tentunya ini sangat menarik wisatawan lokal dan manca negara. Seni lebih berkembang dan sangat efektif dan Kolaborasi budaya Papua dan Bali ini sangatlah luar biasa. Agama Hindu menyumbangkan budaya yang tinggi kepada Indoensia apalagi Bali di sektor wisata.
Bimas Hindu telah memberi contoh nyata pembinaan umat melalui pendekatan budaya yaitu melalui  Utsawa Dharma Gita (UDG) untuk memberi wadah apresiasi seni baca kitab suci Weda dan UDG kali ini adalah yang ke-13 yang akan dilaksanakan di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dan Pemprov. Sumatera Selatan akan membangun pusat senin budaya Hindu untuk umat Hindu. Masyarakat tidak akan merasa terganggu jika dibangun pusat budaya berbeda dengan agama. Pendekatan Lomba budaya pada perguruan tinggi adalah ajang Temu Karya Ilmiah yang kita kenal dengan Temu Karya Ilmiah (TKI). Ditjen Bimas Hindu akan terus memupupuk nilai-nilai agama Hindu melalui budaya di kampus. Selanjutnya adalah ajang Jambore pasraman yang pesertanya anak-anak dari tingkat SD, SMP dan SMA.  Mari kita pupuk dan perkenalkan budaya Weda pada anak-anak melalui Jambore Pasraman, Mahasiswa melalui TKI, masyarakat melalui Utsawa Dharma Gita. Jadi kesimpulannya nilai-nilai agama Hindu akan selalu beriringan dengan budaya. Hal ini yang teru dikembangkan oleh Ditjen berkerjasama dengan PHDI.

Lebih lanjut Dirjen Bimas Hindu manyatakan bahwa setelah Kemerdekaan RI tahun 1945 peradaban Hindu di Indonesia mulai berkembang pesat. Sebagai buktinya setiap provinsi ada umat Hindunya yang berkembang dan berkarya dalam membangun dan mengembangkan nilai-nliai budaya Hindu seperti tempat suci terutama di Bali. Pura adalah tempat di mana umat Hindu bisa melakukan kegiatan keagamaan, ekonomi, sosial, budaya dan juga pendidikan keagamaan Hindu.

Ada beberapa persoalan Umat yang kita hadapai dewasa ini. Di antaranya adalah rendahnya pemahaman umat Hindu terhadap ajaran agama. Menurut beberapa sumber terpercaya, umat Hindu ada di posisi ke-3 setelah Agama Islam dan Kristen. Di Agama lain pendidikan agama itu sudah ditekankan sejak usia dini. Sehingga tidak heran jika di usia dini sudah bisa menghafal akitab suci dan berani tampil sebagai pembicara dan mereka mendapat apresiasi dari pemerintah. Untuk itu apapun profesi kita maka kita harus memahami agama Hindu kemudian mengajarkannya kepada anak-anak kita. Jangan serahkan semua pendidikan anak kita kepada guru Agama di sekolah. Solusi lain yang bisa kita ambil adalah bersinergi dengan Parisada dan semua lembaga keagamaan Hindu termasuk Peradah Indonesia. Bimas Hindu telah memberikan bantuan kepada lembaga agama dan keagamaan termasuk Peradah untuk operasional pembinaan umat Hindu di daerah. Sehingga bantuan operasional dan sarana ini akan memberikan motivasi kepada lembaga keagamaan untuk lebih semangat dalam melakukan pembinaan. Hal ini sejalan dengan visi Bimas Hindu yang dijabarkan dalam misi Bimas Hindu salah satunya adalah meningkatkan pemahaman ajaran ajaran Hindu. Indikatornya adalah semakin banyak umat Hindu yang terbina apakah berubah sikap. Dirjen Bimas Hindu menegaskan Ini bukan hanya tanggung jawab Dirjen Bimas Hindu melainkan tanggun gjawab semua lembaga Hindu terutama PHDI dalam membina umat. Makanya nomenklatur Hindu di Kementerian Agama adalah Bimbingan Masyarakat Hindu yang tertuang dalam visi misi Direktorat.

Hasil pembinaan tidak dapat diukur dengan segera/isntan. Memerlukan waktu  yang relatif lama. Artinya setelah diberikan pembinaan dan bantuan apakah umat sudah berubah perilakunya?. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua pembinaan dan bantuan dari pemerintah itu akan merubah sifat dan karakter umat Hindu. Minimal umat Hindu kita fasilitasi dengan pembinaan, pemberian bantuan dan seni budaya seperti UDG, Jambore Pasraman, Festival Bhagavadgita dan lain sebagainya.

Permasalahan selanjutnya adalah Lemahnya SDM Penyuluh Agama Hindu. Idealnya 100 umat Hindu dibina oleh 1 penyuluh Agama Hindu. Menurut data yang dihimpun di lapangan bahwa kita memilikki jumlah penyuluh PNS sebanyak 150 (seratus lima puluh) orang, dan tersebar Bali sebanyak 80 (delapan puluh). Jadi sekitar 70 penyuluh tersebar di seluruh Indonesia. Untuk jumlah Non PNS: 2500 (dua rubu lima ratus) Penyuluh Agama Hindu non PNS. Penyuluh adalah ujung tombak Pembinaan Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Pemerintah telah menaikkan honor penyuluh non PNS dari Rp. 300.000,- menjadi Rp. 500.000,- dan Ke depan akan diperjuangkan mejadi Rp. 2.500.000 per bulan dengan catatan jumlah dikurangi dan penyuluh berkompeten. Memang kita akui masih ada beberapa penyuluh yang aktif dan ada juga penyuluh yang tidak aktif melakukan kegiatan pembinaan. Ini harus ditindaklanjuti. Kabid dan Pembimas Hindu harus pro aktif melaporkan penyuluh yang tidak aktif sehingga kita bisa melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap penyuluh agama Hindu non PNS.

Menurut laporan dari Pembimas Hindu yang diterima Ditjen Bimas Hindu masih banyak penyuluh Agama hindu yang tidak kompeten dan tidak memberi penyuluhan dan juga laporan kepada Pembimas Hindu. Walau pendidikan terakhir penyuluh sudah sarjana belum tentu bisa dan siap memberikan penyuluhan. Sebagai solusinya kita bisa meningkatkan kompetensi penyuluh dengan mengadakan workshop, orientasi, sertfiikasi dan pelatihan diklat serta lomba Penyuluh Non PNS.

Permasalahan yang ke tiga adalah masih sedikitnya formasi gur, CPNS, struktur Kepala Seksi (Kasi) dan Penyelenggara di Kabupatan kota. Jika tersedia data jumlah umat by name, data sekolah sekolah, pasraman maka akan ada rekomendasi dari Bupati Gubernur untuk pengusulan guru, CPNS dan juga membentuk struktur Kepala Seksi (Kasi) dan Penyelenggara di tingkat Kabupaten. Solusi yang bisa kita lakukan Solusi adalah berjuang di jalur politik. Maka dari itu umat Hindu yang duduk sebagai anggota DPR RI, DPRD dan DPD harus memperjuangkan formasi guru, CPNS dan struktur Kasi dan Penyelenggara.
Di Kanwil Sulawesi Selatan,  Sulawesi Tengah akan diperjuangkan lagi menjadi Kepala Bidang sehingga akan ada kasi minimal 4 Kasi. Menyusul daerah lain Ini adalah perjuangan politik.

Prof. Widnya juga berkesempatan menjawab Pertanyaan DPP. Peradah NTB perihal upaya konversi agama di NTB. Pulau Bali memang menjadi barometer seni budaya dan agama. Tetapi di luar Bali masih banyak persoalan seperti di Lombok. Terjadi konversi agama dan lain-lain. bagaimana langkah-langkah memperkokoh sradha dan Bhakti. Pola pendidikan kepada generasi muda Hindu agar sradha kuat.

Lembaga mana yang menangani pembinaan umat? Persoalan selanjutnya adakah pembinaan umat Hindu yang kurang? Upaya Ditjen Bimas Hindu dengan meningkatkan jumlah penyuluh agama Hindu non PNS saja itu tidak cukup, harus ada penambahan Kasi Bimas Hindu dan Penyelenggara Hindu. Seperti pembahasan sebelumhya bahwa salah satu kelemahan kita adalah kita punya penyuluh tetapi tidak kompeten dan jarang melakukan penyuluhan. Pada prinsipnya penyuluh agama Hindu adalah sebagai ujung tombak pembinaan umat Hindu. Untuk mencegah upaya konversi maka kita bisa menegur langsung pelakunya, jika masih berlanjut upaya itu maka laporkan saja kepada yang berwajib karena kebebasan beragama itu diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang. Tetapi kita harus mengembakan toleransi umat beragama yang sudah dikembangkan di Indonesia juga di dunia.

Sebenarnya Parisada juga sudah melakukan pembinaan. Rendahnya pemahaman penyuluh juga berpengaruh. Disini soft skill Penyuluh Agama Hindu harus kita tingkatnya terutama mengenai kemampuan berbicara, problem solving dan seni berkomunikasi. Solusi selanjunya adalah Ditjen Bimas Hindu akan melakukan evaluasi terhadap kejadian ini. Terutama mengevaluasi SDM Penyuluh dengan berkoordinasi dengan Kabid Urusan Agama Hindu, Pembimas Hindu, Kasi dan Penyelenggara Hindu di daerah. Dirjen Bimas Hindu berharap Peradah juga aktif membina dalam hal pembinaan generasi muda.

Di bidang pendidikan Dirjen Bimas Hindu akan mendirikan sekolah pasraman formal sesuai PMA nomor 56 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Sistem pendidikan ashram terbukti sangat efektif untuk membentuk karakter generasi muda seperti pola pada pondok pesantren yang diyakini akan mampu membentuk karaktaer siswa di pasraman. Di pasraman akan diperkuat dengan kurikulum agama Hindu. Ini harapan kita lewat jalur pendidikan asrama membentuk karakter generasi muda yang mengerti agama dan memperjuangkan pembinaan agama. Bimas Hindu juga sudah mendirikan pusat pendidikan di luar Bali sperti STAHN Gede Pudja, STAHN Tampung Penyang dang beberapa perguruan tinggi Hindu swasta lainnya sebagai pusat pengembangan pendidikan Hindu di luar Bali. Sistem Pendidikan Boarding School bisa kita kembangkan, ini akan menjadi sejarah baru dalam pembinaan generasi muda Hindu. Ke depan Pasraman formal akan diperjuangkan satuan kerja atau Unit Pelayanan Teknis (UPT).

Untuk di Bali kita sudah memilikki IHDN, UNHI, dan baru-baru ini Ditjen Bimas Hindu sudah melakukan penegerian STAHN Empu Empu Kuturan. Pendidikan Pasraman  masuk dalam visi misi pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Hindu. Murid Hindu juga harus diajar oleh guru yang beragama Hindu sesuai dengan Undang-Undang pendidikan Nasional. Pihak Kampus juga harus melakukan pengabdian masyarakat sebagai bentuk penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Solusi selanjutnya yang bisa kita tawarkan adalah gerakan gemar membaca kitab suci Weda. Gerakan ini akan dilaunching oleh Menteri Agama dalam waktu dekat. Dosen dan mahasiswa paska sarjana bisa melakukan penelitian sekaligus melakukan pembinaan di daerah umat yang minim akan pembinaan.

Di Bali sebenarnya sudah mewarisi tradisi kerajaan yaitu gemar membaca sastra dan lontar terjemahan Weda. Tetapi di luar bali hal ini ternyata menjadi masalah tersendiri. Banyak umat yang tidak gemar mebawa sloka apalagi kekawin. Untuk itu pembelajaran Weda harus dikenalkan kepada anak-anak diawali dengan cerita – cerita Itihasa dan Purana seperti Kisah Kepahlawanan Mahabharat dan Ramayana. Anak-anak akan tertarik mempelajari Weda. Akan tumbuh sradha dan bhakti pada diri umat Hindu setelah membaca Itihasa dan Purana. Kitab suci Weda yang terlalu banyak kodifikasinya membuat umat sulit untuk memahaminya, maka Bimas Hindu akan fokus pada pengadaan kitab Bhagavdgita dab Sarasamuccaya. Dari sisi Histyoris di Bali ada 3 (tiga) aliran besar yang ada dalam agama yaitu Siwaisme, Wasinawa, dan Tantra. Ketiga nya berbeda. Di Bali Kombinasi Siwaisme dan Tantraisme menjadi Siwa Sidhanta. Hal ini yang membuat budaya Hindu sangat kompleks.


Di akhir paparannya Dirjen Bimas Hindu menyampaikan fakta bahwa pelemahan generasi muda melalui narkoba juga menjadi masalah besar dalam pembinaan umat di samping miras dan pornografi sehingga penyuluh harus melengkapi bahan pembinaannya tidak hanya masalah agama tetapi juga materi pembinaan bahaya Penyalah gunaan narkoba, Penanggulangan Penyakit HIV AIDS, Bahaya miras, kenakalan remaja, pranikah, keluarga sukhinah dan bahaya narkoba. (eko prasetyo).

Dirjen Bimas Hindu Menutup Kegiatan Pakemnas IX Peradah

Pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 malam, Prof. Ketut Widnya selaku Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI memberikan materi pembekalan kepada peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (Pakemnas) IX DPN Peradah Indonesia di Mahajaya Hotel, Denpasar, Bali. Hadir pada kesempatan itu Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Drs. I Wayan Catra Yasa, Penyelenggara Hindu pada Kantor Kementerian Agama Kota Batam, para alumni dan pendiri Peradah dan tamu undangan.

Di awal sambutannya Dirjen Bimas Hindu memberikan apresiasi dan harapan pada Hari jadi DPN Peradah yang ke-33 pada tanggal 11 Maret 2017. Semoga Peradah selalu jaya dan semakin dekat dengan umat. Pemuda harus mengikuti dinamika umat. Dirjen juga mengucapkan terima kasih dan Apresiasi kepada alumni pendiri dan penggagas Peradah. Peradah harus mendekati pemuda agar mau ikut bergabung dengan Peradah karena ada tipe pemuda yang menyendiri ada yang senang berorganisasi. Ada yang introvert ada juga yang ektrovert dan juga bipolar. Tetapi Peradah dari sejak awal berdiri termasuk organisasi yang diminati oleh permuda. Terbukti dengan banyaknya anggota dan juga tingginya peminat untuk menjadi ketua Peradah. Harapan kita semoga ada yang berminat memperjuangkan Hindu di jalur politik dan lain sebagainya. Sejak awal kemerdekaan Hindu sudah mulai tumbuh dan diawali piagam campuan ubud. Mari kita perkuat fungsi pura selain sebagai temat melakukan kegiatan ibadah umat juga bisa untuk melakukan kegiatan sosial, budaya, pendidikan bahkan pemberdayaan ekonomi umat.

Dirjen juga berpesan agar Peradah ikut andil dalam meningtingkatkan kerukunan intern umat Hindu juga ekstern. Fakta membuktikan yang menghancurkan Kerajaan Majapahit adalah perang saudara. Dirjen berharap alumni Peradah siap menerima estafet kepemimpinan nasional. Peradah dan Bimas Hindu siap mengawal kebangkitan Hindu. Pemuda harus meningkatkan soft skil di samping juga melakukan upgrade diri terlebih di era MEA di tahun 2020 mendatang.

Sebentar lagi ada UDG XIII di Palembang, Sumatera Selatan, Sehingga ada pembinaan UDG baiik pusat dan daerah. Peserta yang ikut UDG akan memahami seni dan mengerti agama. Leluhur Bali berkata: ”Melajah sambilag megending” Pembinaan umat melalui UDG sangat efektif sekali. Di mana di dalamnya ada materi lomba baca sloka, menghafal sloka, ada juga ceramah keagamaan yang menjaring bibit muda Hindu melalui pendharma wacana cilik. Inilah wujud Pembangunan agama melalui seni budaya. Siswa, mahasiswa dan masyarakat tersalurkan apresisiasi seni budaya melalui UDG jambore pasraman. Yang nantinya di tangan mereka inilah generasi muda mampu memahami agama dan membela agamanya. Mari kita bangun peradaban Hindu Indonesia.

Di Palembang akan ada perayaan Panca Walikrama dan akan dibangun pura di Palembang, ini wujud kepdeulian pemerintah kita dalam pembinaan kerukunan agama yang dibiayai APBN dan APBD. Ini juga merupakan Indikasi toleransi yang semakin baik. Peradaban Hindu Indonsia modern harus terwujud. Untuk menangkal paham radikalisem, kita jangan mudah percaya berita hoax. Mari gunakan medos dengan bijak untuk pembinaan umat dan berita umat. Ditjen memberikan apresiasi berita umat baik dari Pembimas, PHDI, Peradah dan lainnya.

Data umat sering tidak tepat hanya mengambil sample di Bali yang jumlah umat 3,5 juta jiwa, di luar bali bagaimana? Jika jumlah umat sedikit maka anggaran Ditjen Bimas Hindu akan kecil. Sehingga Bimas Hindu mengembangkan aplikasi SMART yang mendata umat by name tidak hanya jumlah. Dan menggandeng Perguruan tinggi Hindu untuk melakukan riset dan penelitian jumlah umat karena lembaga ini secara hukum berhak melalukan riset dan penerlitian sebagi bagai Tri Dharma Perguruan Tinggi.


Akan ada penelitian-penitian perguruan tinggi untuk pendataan umat by name. Jika anggaran naik maka Lembaga agama dan keagamaan termasuk Peradah akan mendapat bantuan yang lebih untuk melakukan pembinaan. Dan bantuan kepada pemberdayaan ekonomi umat akan semakin meningkat. Dalam masa pemerintahan Jokowi JK pemerintah harus hadir di tengah masyarkat. (ep2017).

PERADAH GELAR PELATIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL

Pada hari Kamis, 9 Maret 2017 sampai dengan Minggu 12 Maret 2017 Mahajaya Agung Hotel & Convention Center Jalan HOS. Cokroaminoto No. 63, Kota Denpasar, Bali, Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu (DPN PERADAH) menyelenggarakan Kegiatan PAKEMNAS IX (Pendidikan Kepemimpinan Nasional) PERADAH INDONESIA. Adapun tema pada kegiatan ini adalah “Satya Bhakti Prabhu” yang berarti Bekerja dan Berkarya Melayani Sesama,

Acara didahului dengan Sarasehan Nasional yang berlangsung di Gedung Sewaka Dharma Denpasar pada tanggal 11 Maret 2017. Hadir pada kesempatan itu I.B Rai Dharmawijaya Mantra selaku walikota Denpasar, Ketua PHDI Pusat, Praktisi Pendidikan,  Penyelengggara Hindu pada kantor Kementerian Agama Kota Batam, D.Sures Kumar,S.Ag.,M.Si selaku Ketua DPN Peradah Indonesia, I.A.M Purnamaningsih S,Sos.H selaku Ketua DPP Peradah Prov. Bali, Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Peradah se-indonesia, perwakilan Kampus, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara (YJHN) dan organisasi Kemasyarakatan lainnya.

Acara diawali dengan sambutan Ketua panitia yang dibawakan oleh I Made Ginardo. Selaku ketua Panitia Pakemnas dari daerah Prov. Bali. Dalam sambutannya ketua panitia mengucapkan terima kasih atas bantuan dari semua pihak baik dari pemerintah dalam hal ini MPR RI, DPR RI, Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Kementerian Pariwisata, Kementerian Negara Koperasi Usaha kecil dan Menengah,  Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, IHDN, UNHI, PHDI Pusat, DPR RI, BUMN seperti Bank Indonesia, Bank BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank DPDP Bali, Kanwil kementerian Agama Prov. Bali, Kantor Berita jendela Nusantara, Bali Post dan pihak lain baik dari media cetak dan elektronik, Yayasan Jaringan Hindu Nusantara, serta organisasi kemasyarakatan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Acara ini terselenggara berkat bantuan dan kerjasama dari semua pihak.

Dilanjutkan dengan sambutan Ketua DPN Peradah Indonesia. Dalam Sambutannya D Suresh Kumar manyatakan bahawa Pemimpin yang ideal lahir dari sebuah proses dan jenjang secara bertahap. Teori sosial tentang kepemimpinan menyatakan bahwa “seorang pemimpin harus di bentuk, tidak begitu saja muncul dan ditakdirkan sebagai pemimpin, oleh karena  itu seseorang menjadi pemimpin karena proses pendidikan  dan pelatihan”.

Pemuda selaku generasi penerus bangsa memegang peranan penting untuk akselerasi pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu pemuda Indonesia diharapkan mempunyai sikap inovatif dan kreatif yang dikombinasikan dengan sikap disiplin, kritis, dan dinamis, mempunyai integritas, tidak gampang terseret dalam arus negative modernisasi, bisa bersikap yang semestinya dalam menghadapi kenyataan, mengenal nilai-nilai budaya bangsa, serta berani bersaing/berkompetensi untuk “knowledge based society’. Untuk mencapai kualitas tersebut, perlu adanya komitmen bersama dan dilakukan secara konsistensi dari waktu ke waktu. Pengembangan keahlian Soft Skill harus ditingkatkan. Keahlian Soft skill meliputi keahlian berbicara, menulis, memimpin, menyelesaikan masalah, mampu bekerja dengan tim, mampu bekerja di bawah tekanan dan lain sebagainya. Ini adalah ciri pemuda yang tangguh. Pemuda Hindu juga harus berani melakukan upgrade diri dalam hal pendidikan, ketrampilan dan keahlian.

Pehimpunan Pemuda Hindu Indonesia (PERADAH) sebagai organisasi kader memiliki kewajiban moral untuk menyiapkan kader-kader pemimpin umat Hindu dan pemimpin Indonesia sesuai dengan tuntutan perkembangan. Terkait dengan hal tersebut, salah satu upaya PERADAH Indonesia adalah dengan meningkatkan SDM generasi muda Hindu, Khususnya Kader–kader PERADAH Indonesia melalui Pendidikan Kepemimpinan Nasional (PAKEMNAS) PERADAH Indonesia yang saat ini memasuki angkatan ke IX.

PAKEMNAS IX PERADAH Indonesia ini diharapkan mampu menghasilkan calon pemimpin yang memiliki loyalitas terhadap anggota serta pada organisasi yang dipimpinya. Seorang pemimpin harus  menumbuhkan sikap loyal pada setiap orang agar dapat tercipta rasa kebersamaan dan saling memiliki dalam organisasi tersebut. Seorang pemimpin harus loyal kepada bawahan agar bawahan loyal kepada atasan. Artinya antara bawahan dan pimpinan harus bekerjasama atas dasar saling menghormati. Jika tidak maka siap-siap kita akan memilikki anak buah yang pura-puta baik di depan kita tetapi sebenarnya tidak baik di belakang kita.

Ada pepatah yang  menyatakan: ”Loyalitas dekat dengan pengorbanan”. Memang pada kenyataannya loyalitas selalu diiringi dengan pengorbanan, namun hasil yang akan dipetik pun akan sangat manis dan mampu memiliki pengaruh yang positif terhadap organisasi. Seorang pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain serta seluruh anggotanya, bukan dengan mengorbankan orang lain. Menjadi hebat tidak harus mamatikan yang lainnya. Untuk terlihat terang sebuah lampu tidak harus mematikan semua lampu. Dia akan terlihat terang di antara lampu yang terang. Dalam filsafat Jawa dijelaskan, sakti tanpa aji, nglurug tanpa bala, artinya tidak merendahkan orang lain.

Kegiatan ini juga bertujuan melatih leadership yang dekat dengan rakyat, sebab untuk apa jadi pemimpin jika sekedar mendudukin singgasana dengan tidak memperhatikan nasib rakyat. Pemimpin yang mampu bekerja dan menghasilkan karya terbaik tentu saja tidak dapat dipelajari secara teori saja. Perlu adanya proses dan terjun langsung untuk merasakan dinamika dimasyarakt. Kepemimpinan yang melayani dan kerja untuk karya dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki adalah kebutuhan bangsa saat ini.

Kegiatan PAKEMNAS IX PERADAH Indonesia ini dirangkaikan dengan Sarasehan Pariwisata dan Budaya dengan tema “Memperkuat Pariwisata Berbasis Kearifan Budaya Lokal” Permasalahan pengembangan dan promosi pariwisata, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah dinilai semakin penting untuk mendukung pembangunan nasional. Demikian juga kekayaan alam dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia, perlu mendapat perlindungan serta membutuhkan upaya pelestarian agar dapat menjadi daya tarik wisatawan. Hal ini dilakukan agar meningkatkan jumlah kunjungan wisata baik domsetik maupun mancanegara. Pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pembangunan budaya dan semangat manusia beserta cipta, rasa, dan karsanya. Gagasan tersebut dikembangkan berdasarkan pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat dan budayanya.

Rangkaian terakhir dari PAKEMNAS IX PERADAH Indonesia adalah Bhakti Sosial dalam bentuk Pengobatan Gratis dan Penghijauan dengan mengangkat tema “Kita Semua Bersaudara”. Kegiatan ini sebagai pengejawantahan dari leadership yang dekat dengan rakyat. Didasari atau tidak masih ada kalangan masyarakat yang kurang mampu dari segi ekonomi. Begitu juga dengan kelestarian lingkungan,saat ini begitu banyak bencana alam yang terjadi di Indonesia ini akibat social dibidang kesehatan “Pengobatan Gratis” dan peduli lingkungan, dengan melakukan Penghijauan di beberapa wilayah di Karangasem-Bali. Kedua Kegiatan tersebut dirasa saling bersinabungan dan terkait, dimana dengan masyarakat yang sehat dan lingkungan yang sehat akan mewujudkan masyarakat yang kuat, menuju masyarakat, menuju masyarakat yang sejahtera.

Selanjutnya adalah sambutan dari I.B Rai Dharmawijaya Mantra selaku Walikota Dernpasar. Dalam sambutannya Walikota Denpasar menyatakan bahwa Bangsa Indonesia menaruh harapan yang besar kepada pemuda Indonesia. Dan melalui kegiatan ini walikota menaruh harapan yang besar juga kepada pemuda Hindu untuk turut membangun bangsa melalui jalur pembinaan generasi muda Hindu. Ida Bagus juga menyinggung tema Pakemnas kali ini yaitu Satya Bhakti Prabu yang berarti Bekerja dan berkaya melayani sesam. Ida Bagus Rai Dharma Wijaya Mantra berharap agar Peradah semakin dekat melayani umat agar dikenal dan mendapat tempat di hati umat Hindu. Tema ini Hampir sama dengan slogan Pemkot Denpasar yaitu Sewaka Dharma yang berarti melayani adalah kewajiban. Revolusi mental yang diterapkan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo berhasil merubah mindset birokrasi di Indonesia pada umumnya dan di Kota Kota Denpasar khususnya. Sebagai salah satu aplikasinya adalah penerapan Pelayanan publik satu atap di Pemko Denpasar. Perubahan paradigma pelayanan Pelayana publik di Kota Denpasar sudah berubah kea rah yang lebih baik yaitu budaya melayani masyarakat. Walikota juga berpesan agar penguatan dan pelestarian budaya menjadi juga menjadi ujung tombak pempangunan umat. Peradah harus membangkitkan potensi budaya kearifan lokal masing-masing daerah. Tumbuhkan semangat berkarya dan berwirausaha. Semangat kebhinekaan harus tetap terjaga di hati anggota Peradah, di samping penguatan nilai pancaraila, UUD 1945 dan NKRI harga mati. Diakhir sambutannya, walikota Denpasar membuka acara ini secara resmi. (eko_p_2017)



Senin, 06 Maret 2017

Prof. Dr. I Made Surada, MA: "Dharma Gita adalah Sarana Bhakti, bukan Hanya Pelengkap Upacara Yajna"

Bertempat di Aula Pasraman Jnana Sila Bhakti, Pura Agung Amerta Bhuana, Kota Batam, secara khusus I Gusti Ayu Indira Lakshmi Anom yang merupakan salah satu siswi Pasraman Jnana Sila Bhakti mewancarai Prof. Dr. I Made Surada, MA di dampingi oleh Eko Prasetyo selaku penyelenggara Hindu Kantor Kementerian Agama Kota Batam, pada Hari Sabtu, 4 Maret 2017. Indira yang merupakan siswi kelas VIII SMP unggulan di Kota Batam ini dengan tenang menanyakan satu per satu pokok bahasan dalam dharma gita kepada Guru Besar Sanskrta IHDN Denpasar tersebut.

Pada awal pembicaraan Indira menanyakan apakah yang dimaksud dengan dharma gita? Lalu Prof. Dr. I Made Surada, MA menjelaskan bahwa dharma gita itu adalah nyanyian tentang dharma. Dharma sendiri adalah kebenaran, dharma juga berarti kebajikan dan agama itu sendiri. Jadi dharma gita adalah nyanyian tentang kebenaran dan nyanyian tentang kebajikan menurut Agama Hindu. Yang termasuk Dharma Gita adalah Sloka, kekawin, kidung macapat, pupuh, palawakia dan lainya.

Menurut sastra di nusantara dharma gita yang dirumuskan dan diwariskan oleh leluhur meliputi sekar agung, sekar alit dan sekar madya. Dalam sekar agung kita mengenal kekawin, sloka, dan palawakia. Dalam sekar madya kita mengenal Kidung Warga Sari dalam upacara yewa yajna dan lain-lain. Sekar alit meliputi pupuh atau dalam masyarakat Hindu Jawa ada Macapat. Berdasarkan klasifikasi kesusastraan kita ada 10 (sepuluh) jenis pupuh atau macapat seperti Sinom, Pucung, Mas Kumambang, Megatruh, Dandang Gula, dan lainnya.

Dalam sastra nusantara kita juga mengenal Panca Gita yang artinya 5 (lima) jenis bunyi-bunyian yang dapat menimbulkan dan membangkitkan rasa bhakati dan kebahagiaan saat upacara keagamaan  dilaksanakan, kelima bunyi-bunyian itu yang pertama adalah suara yang berasal dari logam yaitu suara gong dan gamelan yang merupakan musik tradisonal untuk mengiringi upacara keagamaan, contoh pada saat upacara pujawali. Suara yang berasal dari kayu seperti dari kentongan pada bale kulkul yang berfungsi sebagai pertanda bahwa upacara sudah dimulai, dan umat Hindu mulai berkumpul di tempat upacara. Kemudian suara dari kidung dharma gita, kemudian suara yang berasal dari genta atau bajra yang dibunyikan oleh sulinggih atau pemangku untuk mengiringi doa dan pujian kepada Tuhan. Terakhir adalah suara yang berasal dari suara manggalaning yajna yaitu sang sulinggih dan pemangku  saat memimpin upacara yajna. Jika semuanya disuarakan secara bersamaan dan diiringi dengan rasa bhakti yang tinggi maka akan timbul energi positif yang luar biasa.

Kemudian Indira menanyakan apa fungsi dari dharma gita itu sendiri. Secara singkat sang Guru Besar IHDN itu menjelaskan bahwa Dharma gita sesungguhnya sangat berperan besar dalam upacara yajna (Dewa yajna, rsi Yajna, Pitra yajna, manusa yajna dan bhuta yajna). Dharma gita sesungguhnya merupakan salah satu bentuk perwujudan bhakti kita kepada para dewa dan leluhur. Masing-masing yajna dari Panca Yajna ada dharma gita tersendiri.

Selain menggunakan bebantenan kita juga bisa mendekatkan diri dengan Tuhan melalui sarana dharma gita. Jadi dharma gita memilikki fungsi yang dengan bebantenan yaitu sebagai sarana dan media menghaturkan bhakti sebagai persembahan kepada Tuhan dalam upakara yajna. Jadi pada perkembangannya dharma gita Bukan hanya sebagai pengiring dan pelengkap sebuah upacara yajna apalagi hanya untuk memeriahkan sebuah upacara yajna.

Yang bisa kita jadikan referensi dari nilai bhakti pada dharma gita adalah Bhagavata purana Adhaya VII sloka 53. Kita mengenal konsep Nawa Vidha Bhakti yang berarti 9 (Sembilan) jalan mendekatkan diri dengan Tuhan terlebih di zaman Kali. Adapun bagian-bagian dari Nawa Vidha Bhakti yang pertama adalah Srawanam yang artinya mendengarkan wejangan atau ajaran suci dari seorang guru atau rohaniawan. Contohnya adalah wejangan dari orang tua, rohaniawan, dan guru di sekolah.

Yang kedua adalah Vandanam yang artinya membaca kitab suci Weda. Kita bisa membiasakan diri untuk membaca hal-hal yang menuntun kita ke jalan kesucian dan pencerahan. Mebaca hal-hal tentang kebenaran atau dharma seperti membaca sloka-sloka Bhagawad-Gita, Sarasamuccaya dan kitab lainnya. Vandanam juga berarti sebuah kesepakatan bersama. Ada kesepakatan untuk mempelajari sastra suci membaca sloka kekawin. Tujuannya adalah sebagai sarana bhakti dan doa kita kepada Tuhan, para dewa dan manifestasi-Nya yang dilandasi dengan ketulusan.

Selanjutnya adalah Kirtanam yang artinya melantunkan kidung dan mantra suci. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah mekidung saat sebelum dan selesai persembahyangan Tri Sanddhya dalam upacara yajna. Contoh lainnya adalah bhajan bagi penganut Sampradaya. Di Indonesia leluhur kita mewariskan dharma gita seperti mekidung yang sama artinya dengan memuja dan memuji kebesaran Tuhan, para leluhur dan para dewa.

Selanjutnya adalah Nama Smaranam yang artinya bagaimana mengingat perilaku dan ajaran baik melalui pengucapan nama suci Tuhan yang dapat memberikan vibrasi kesucian dan kebahagiaan bagi diri sendiri dan orang lain. Kita hidup bersama - sama harus saling menghormati satu sama yang lain. Namasmaranam juga berarti mengucap nama suci Tuhan secara berulang-ulang, seperti mengucapkan mantra Om Namah Siwaya, Om Sri Mahalaksmayanamah, Om Sri Saraswatyai namah, dan lain sebagainya. Nama Smaranam juga merupakan pengucapan mantra dengan tujuannya agar diberikan keselamatan.

Padasewanam Artinya sujud bhakti di kaki Padma Tuhan dalam wujud Guru dan orang tua. Contoh sederhananya kita menghormati atau melaksanakan ajaran Pandita (Ratu Pedanda), Pemangku. Kita adalah pelayan dan abdi Tuhan, para dewa dan leluhur. Manusia secara kodrati adalah sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial sehingga harus menghormati orang lain terlebih guru dan orang tua. Sejak lahir kita orang tua kita sudah mengajari kit abagaimana berdiri, berjalan dan berbicara. Maka kita wajib hormat kepada beliau.

Selanjutnya adalah Sakhyanam yang artinya memperlakukan Tuhan sebagai sahabat. Apa yang kita anggap bersih dan sehat itulah yang kita persembahkan kepada Tuhan. Jangan mempersembahkan yang sudah layu dan busuk kepada-Nya. Ber-dharma gitalah dengan baik dan penuh dengan ketulusan maka Tuhan akan berkenan hadir. Menjalin persahabatan dengan semua mahkluk, dimana kita sebagai mahluk sosial tidak bisa hidup sendiri, maka kita perlu menjalin persahabatan agar memiliki hidup yang tenang dan damai.

Dhasyam artinya melayani Tuhan, dewa dan leluhur. Memuja Tuhan adalah melayani Tuhan di Pura. Agar kita dimudahkan segala urusan dalam hidup kita  berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri merupakan sikap penuh bertanggung jawab kehadapan tuhan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kita sebagai pelayan Tuhan apapun peekrjaan kita harus selalu ingat Tuhan dan abdikan semata-mata untuk Tuhan

Arcanam artinya berbhakti kepada Hyang Widhi dalam bentuk simbol-simbol suci keagamaan. Semua agama menggunak simbol untuk memudahkan pengikutnya mencapai satu titik konsentrasi yang akhirnya muncullah bhakti dalam diri. Untuk itu kewajiban kita salah satunya adala menjaga simbol dan pratima tersebut. Kita juga wajib menjaga kesucian pura. Perlu diketahui bersama bahwa sesunggunya Tuhan tidak bisa dipikirkan atau disebut disebut Acintya Rupa (tan kagrahite dening manah indriya). Beliau tidak bisa dijangkau melalui panca indra maka duwujukan dengan simbol. Tetapi kita tidak memuja Simbol tetapi kita memuja Tuhan melalui partima dan nyasa yang disakralkan dan diinisiasi oleh sulinggih ataupun pinandita. Terakhir adalah Sevanam yang artinya memberikan pelayanan yang baik, contohnya membantu orang atau memberikan pelayanan terbaik terhadap sesama. Melayani sesama adalah bentuk pelayanan kepada Tuhan.

Fungsi dharma gita yang selanjutnya adalah sebagai sarana melatih konsentrasi pikiran atau biasa disebut dengan yoga. Dalam diam ada yoga, saat berjalan ada yoga, mengapa? karena semuanya memerlukan konsentrasi pikiran. Dan dalam dharma gita ada juga yoga. Yoga diajarkan pertama kali oleh Dewa Siwa dan diwahyukan kepada Maharsi Patanjali. Beliau merumuskan  konsep Astangga Yoga yang artinya adalah 8 (delapan) tahapan dalam melakukan yoga. Adapun bagian-bagiannya adalah Yama, yaitu pengendalian diri pada tingkat jasmani atau tahap pertama dalam pengendalian terhadap keinginan dan nafsu indria. Selanjutnya adalah Nyama, yaitu pengendalian diri tingkat rohani atau tahap lanjut dengan memupuk kebiasaan-kebiasaan yang baik. Yang ke-tiga adalah Asana, yaitu mengatur sikap badan apakah duduk, berdiri atau yang lainnya dengan disiplin. Kemudian Pranayama adalah teknik mengatur nafas dengan melalui tiga tahapan, yakni menarik nafas (puraka), menahan nafas (kumbaka), dan mengeluarkan nafas (recaka), yang semuanya dilakukan secara teratur. Pratyahara adalah memusatkan indria dengan mengontrol dan mengendalikan sehingga dapat diarahkan ke hal-hal kesucian. Dharana adalah pemusatan pikiran dengan berusaha menyatukan pikiran dengan Tuhan. Dhyana adalah pemusatan pikiran yang terpusat yang tingkatannya lebih tinggi dari Dharana. Dan yang terakhir adalah tingkat Samadi, yaitu Meditasi tingkat tinggi atau bersatunya Atma dengan Brahman pada tingkatan Meditasi bukan dalam arti setelah mati.

Dharma gita juga berfugsi sebagai media pembelajaran bagi kita semua khususnya bagi para siswa, anak muda dan orang awam yang baru mengenal Hindu. Kita diwarisi dengan konsep dan istilah dari penglingsir kita di Bali yaitu “melajah sambilang menggending, megending sambilang melajah”. Kita diajarkan untuk belajar agama Hindu dengan memahami makna sloka, Belajar menghayati sloka. Belajar memaknai apa yang sedang di nyakini yaitu Tuhan melalui Itahasa, dan Purana. Kita bisa mengawali mempelajari Weda dengan membaca cerita Ramayana dan Mahabharata. Maharsi Walmiki pernah bersabda bahwa barang siapa mendengar, membaca atau menerapkan Ajaran yang terkandung dalam cerita Ramayana maka akan diberkati oleh Tuhan. 

Sastra suci terkadang sulit dipelajari orang anak kecil atau orang awam. Maka biar mudah dipelajari dengan diawali dengan membaca itihasa dan purana seperti belajar kekawin, palawakia dan lainnya. Setelah kita mengetahui contoh perilaku para dewa dan orang suci maka akan muncul sradha dan bhakti dalam diri sehngga ada keinginan untuk membaca Weda lebih lanjut. Akan ada keinginan untuk memuja Tuhan akibat terinspirasi dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Tidak akan terjadi salah tafsir terhadap Weda. Di sinilah mengapa pentingnya mengawali Weda dengan membaca Itihasa dan Purana. Hal ini terdapat dalam Kita Vayu Purana dan Sarasamucaya yang menjelaskan bahwa Weda hendaknya dipelajari dengan diawali membaca Itihasa dan Purana atau cerita kisah kepahlawanan, cerita perilaku para dewa, orang suci dan juga cerita kepahlawanan dalam kisah Mahabharata dan Ramayana. Konon Weda takut kepada orang yang bodoh dan lain sebagainya. Bodoh di sini adalah tidak bisa menafsirkan dan tidak bisa memebdakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mudah menyalahkan dharma dan leluhur. Demikian dinyatakan dalam kitab suci.

Weda pada akhirnya akan dipelajari dengan cara yang menyenangkan karena dikemas dengan budaya dan theoli\ogi lokal. Jadi Hindu di India akan berbeda dengan Hindu di Bali, Jawa, Kaharingan, Toraja, Ambon, Tengger dan lain sebagainya. Semenjak abad IX sudah ada proyek menerjemahkan Weda ke dalam bahasa Jawa Kuno (Kawi) yang dipelopori oleh Raja Dharma Wangsa Teguh dengan membahasa jawakan ajaran Weda oleh Rsi Wyasa yang masuk ke Indonesia yang kita kenal dengan proyek Majawakan abhayasamata. Dijadikanlah Weda itu dalam kekawin, tutur dan kekawin yang indah sehingga mudah diterima dan dipahami oleh Umat Hindu dulu dan sekarang dengan bahasa jawa kuno.

Dharma gita juga berfungsi untuk menyebarkan ajaran Weda atau membumikan ajaran Weda di nusantara. Artinya bahwa dengan mempelajari Weda berarti kita telah melestarikan ajaran Weda. Umat selanjutnya bisa memahami ajaran Agama Hindu. Perlu kita ketahui bahwa Agama Hindu di Indonesia adalah perjumpaan antara ajaran leluhur dengan ajaran Weda dari India. Leluhur kita mempunyai kemampuan dalam hal mendengar (srawanam), menulis (smertI dan melihat (darsanam). Beliau sangat hebat dan tidak menjiplak atau plagiat terhadap Weda. Beliau mendengar sendiri Sabda Brahman yang merupakan ajaran Weda kemduian ditulis dalam lontar-lontar yang kita warisi di Jawa dan di Bali sampai sekarang. Karya tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Tetapi karena kita dijajah oleh Belanda selama ratusan tahun maka tidak heran jika banyak susastra suci Weda kita yang ada di Belanda tepatnya di Leiden University. Untuk kita tidak boleh membenci Weda sebagai warisan leluhur, apalagi menyalahkan leluhur dan mengatakan Hindu itu sulit dan sebagainya. Kita bisa kena tulah oleh leluhur. 

Karakter keunikan Weda di Indonesia berbeda dengan Weda di India. Kita diwarisi Bhagavad-Gita dan Sarasamucacaya yang merupakan aliran atau cabang dari Weda. Bahkan Bhagavadgita dikenal sebagai Pancama Veda atau Weda yang ke-lima. Sarasamuccya adalah termasuk Kitab Nibhanda yang isinya setara dengan Weda yang sangat bagus untuk pedoman perilaku umat Hindu khususnya generasi muda untuk melaksanakan dharma dan memilih teman pergaulan di jaman skearang ini.

Secara umum Weda ada 2 (dua) yaitu sruti dan smerti. Kitab Weda Sruti ada Kitab Brahmana, Upanisad, Mantra dan Aranyaka. Sedangkan Kitab Weda Smerti terbagi menjadi Upaveda, Upangga Veda, dan Wedangga. Inilah kekayaan Agama Hindu yang banyak sekali yang mungkin sulit untuk kita dipahami. Makanya Weda dipelajari secara bertahap dengan membaca Itihasa dan Purana agar tidak bingung. Kemudian Weda dijadikan pedoman perilaku umat Hindu. Apa yang terdapat dalam Weda tidak akan ada dalam kitab lain, dan apa yang ada di kitab suci agama lain pasti ada dalam Kitab Suci Weda. Inilah kelebihan Kitab Suci Weda yang harus kita pelajari dan kita ajarkan kepada anak-anak kita.

Terakhir Made Surada menegaskan bahawa sebagai genarasi muda harus membudayakan gemar membaca Weda dengan belajar sloka, palawakia dan kekawin baik di rumah, di pura atau di banjar-banjar. Kita harus paham betul permasalahan ini. Jangan sampai tradisi ini terputus. Maka ada lomba Utsawa Dharma Gita sebagai media pelestarian seni baca kitab suci Weda. Kita harus berterima kasih kepada pemerintah sebagai guru wisesa dalam hal ini Ditjen Bimas Hindu Kmeneterian Agama RI yang menggagas pelaksanaan lomba Utsawa Dharma Gita ini sehingga generasi muda giat berlatih tidak hanya di Bali tetapi di seluruh Indonesia.

Dharma gita adalah sebagai bhakti maka kidung tidak bisa digantikan dengan suara music dari mp3 player dan sebagainya. Contoh karena malas mekidung kita putar saja CD/VCD kidung sampai habis.Hal ini tidak benar kecuali hanya untuk tujuan seni dan keindahan sambil kita ngayah di pura misalnya. Tetapi saat upacara yajna sebisa mungkin harus suara live atau dari mulut kita bukan dari mp3 palyer dan lain sebagainya.

Bhakti harus muncul dari pikiran gerak dan ucap kita. Tidak semua kita serahkan permangku saja dalam berdoa. Kita berbuat untuk diri sendiri dan juga orang lain. Saat pemangku mepuja maka kita juga harus mengkidung apa yang kita bisa dan apa yang kita milikki. inilah keunikan agama Hindu yang di agama dan tempat lain tidak ada. Mari kita pahami secara mendalam konsep dharma gita ini. Jangan cepat menyalahkan leluhur dengan mengatakan Hindu ribet, Hindu susah  agar kita tidak disebut alpaka guru dan kena tulah dari leluhur. Seperti yang disampaikan di atas bahwa leluhur lebih  pintar dari kita. Beliau sudah tahu apa yang akan terjadi 500 tahun kemudian. Akhirnya mari kita pelihara dan kita lestarikan dharma gita sebagai bentuk Rsi Yajna dan penghormatan kepada para maharsi dan leluhur (pitra yajna). Janganlah beragama Hindu yang ribet tetapi beragama dengan penuh rasa dan keindahan, sederhana agar tercipta kebahagian lahir batin menuju loka samgraha atau sebuah tempat yang damai di dunia ini melalui dharma gita untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. (ep2017)