Senin, 13 Maret 2017

Dirjen Bimas Hindu: ” Pembinaan Umat Hindu Melalui Pendekatan Budaya”

Pada hari Sabtu, 11 Maret 2017 Prof. Ketut Widnya selaku Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI memberikan materi pembekalan kepada peserta Pelatihan Kepemimpinan Nasional (Pakemnas) IX DPN Peradah Indonesia di Mahajaya Hotel, Denpasar, Bali.

Mengawali pembekalannya, Dirjen Bimas Hindu mengajak pemuda Hindu melakukan pembinaan pendekatan budaya dalam pembinaan umat, bukan hanya dengan pendekatan agama. Agama dengan sendirinya akan selalu beriringan dengan adat dan budaya. Misalnya di  Bali yang sangat kuat adat dan di tradisinya. Di Jawa, Papua, Kalimantan dan sebagainya pastilah berbeda. Pengembangan agama lewat seni budaya contoh pengembangan Kecak ala Papua, tentunya ini sangat menarik wisatawan lokal dan manca negara. Seni lebih berkembang dan sangat efektif dan Kolaborasi budaya Papua dan Bali ini sangatlah luar biasa. Agama Hindu menyumbangkan budaya yang tinggi kepada Indoensia apalagi Bali di sektor wisata.
Bimas Hindu telah memberi contoh nyata pembinaan umat melalui pendekatan budaya yaitu melalui  Utsawa Dharma Gita (UDG) untuk memberi wadah apresiasi seni baca kitab suci Weda dan UDG kali ini adalah yang ke-13 yang akan dilaksanakan di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dan Pemprov. Sumatera Selatan akan membangun pusat senin budaya Hindu untuk umat Hindu. Masyarakat tidak akan merasa terganggu jika dibangun pusat budaya berbeda dengan agama. Pendekatan Lomba budaya pada perguruan tinggi adalah ajang Temu Karya Ilmiah yang kita kenal dengan Temu Karya Ilmiah (TKI). Ditjen Bimas Hindu akan terus memupupuk nilai-nilai agama Hindu melalui budaya di kampus. Selanjutnya adalah ajang Jambore pasraman yang pesertanya anak-anak dari tingkat SD, SMP dan SMA.  Mari kita pupuk dan perkenalkan budaya Weda pada anak-anak melalui Jambore Pasraman, Mahasiswa melalui TKI, masyarakat melalui Utsawa Dharma Gita. Jadi kesimpulannya nilai-nilai agama Hindu akan selalu beriringan dengan budaya. Hal ini yang teru dikembangkan oleh Ditjen berkerjasama dengan PHDI.

Lebih lanjut Dirjen Bimas Hindu manyatakan bahwa setelah Kemerdekaan RI tahun 1945 peradaban Hindu di Indonesia mulai berkembang pesat. Sebagai buktinya setiap provinsi ada umat Hindunya yang berkembang dan berkarya dalam membangun dan mengembangkan nilai-nliai budaya Hindu seperti tempat suci terutama di Bali. Pura adalah tempat di mana umat Hindu bisa melakukan kegiatan keagamaan, ekonomi, sosial, budaya dan juga pendidikan keagamaan Hindu.

Ada beberapa persoalan Umat yang kita hadapai dewasa ini. Di antaranya adalah rendahnya pemahaman umat Hindu terhadap ajaran agama. Menurut beberapa sumber terpercaya, umat Hindu ada di posisi ke-3 setelah Agama Islam dan Kristen. Di Agama lain pendidikan agama itu sudah ditekankan sejak usia dini. Sehingga tidak heran jika di usia dini sudah bisa menghafal akitab suci dan berani tampil sebagai pembicara dan mereka mendapat apresiasi dari pemerintah. Untuk itu apapun profesi kita maka kita harus memahami agama Hindu kemudian mengajarkannya kepada anak-anak kita. Jangan serahkan semua pendidikan anak kita kepada guru Agama di sekolah. Solusi lain yang bisa kita ambil adalah bersinergi dengan Parisada dan semua lembaga keagamaan Hindu termasuk Peradah Indonesia. Bimas Hindu telah memberikan bantuan kepada lembaga agama dan keagamaan termasuk Peradah untuk operasional pembinaan umat Hindu di daerah. Sehingga bantuan operasional dan sarana ini akan memberikan motivasi kepada lembaga keagamaan untuk lebih semangat dalam melakukan pembinaan. Hal ini sejalan dengan visi Bimas Hindu yang dijabarkan dalam misi Bimas Hindu salah satunya adalah meningkatkan pemahaman ajaran ajaran Hindu. Indikatornya adalah semakin banyak umat Hindu yang terbina apakah berubah sikap. Dirjen Bimas Hindu menegaskan Ini bukan hanya tanggung jawab Dirjen Bimas Hindu melainkan tanggun gjawab semua lembaga Hindu terutama PHDI dalam membina umat. Makanya nomenklatur Hindu di Kementerian Agama adalah Bimbingan Masyarakat Hindu yang tertuang dalam visi misi Direktorat.

Hasil pembinaan tidak dapat diukur dengan segera/isntan. Memerlukan waktu  yang relatif lama. Artinya setelah diberikan pembinaan dan bantuan apakah umat sudah berubah perilakunya?. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa semua pembinaan dan bantuan dari pemerintah itu akan merubah sifat dan karakter umat Hindu. Minimal umat Hindu kita fasilitasi dengan pembinaan, pemberian bantuan dan seni budaya seperti UDG, Jambore Pasraman, Festival Bhagavadgita dan lain sebagainya.

Permasalahan selanjutnya adalah Lemahnya SDM Penyuluh Agama Hindu. Idealnya 100 umat Hindu dibina oleh 1 penyuluh Agama Hindu. Menurut data yang dihimpun di lapangan bahwa kita memilikki jumlah penyuluh PNS sebanyak 150 (seratus lima puluh) orang, dan tersebar Bali sebanyak 80 (delapan puluh). Jadi sekitar 70 penyuluh tersebar di seluruh Indonesia. Untuk jumlah Non PNS: 2500 (dua rubu lima ratus) Penyuluh Agama Hindu non PNS. Penyuluh adalah ujung tombak Pembinaan Ditjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI. Pemerintah telah menaikkan honor penyuluh non PNS dari Rp. 300.000,- menjadi Rp. 500.000,- dan Ke depan akan diperjuangkan mejadi Rp. 2.500.000 per bulan dengan catatan jumlah dikurangi dan penyuluh berkompeten. Memang kita akui masih ada beberapa penyuluh yang aktif dan ada juga penyuluh yang tidak aktif melakukan kegiatan pembinaan. Ini harus ditindaklanjuti. Kabid dan Pembimas Hindu harus pro aktif melaporkan penyuluh yang tidak aktif sehingga kita bisa melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap penyuluh agama Hindu non PNS.

Menurut laporan dari Pembimas Hindu yang diterima Ditjen Bimas Hindu masih banyak penyuluh Agama hindu yang tidak kompeten dan tidak memberi penyuluhan dan juga laporan kepada Pembimas Hindu. Walau pendidikan terakhir penyuluh sudah sarjana belum tentu bisa dan siap memberikan penyuluhan. Sebagai solusinya kita bisa meningkatkan kompetensi penyuluh dengan mengadakan workshop, orientasi, sertfiikasi dan pelatihan diklat serta lomba Penyuluh Non PNS.

Permasalahan yang ke tiga adalah masih sedikitnya formasi gur, CPNS, struktur Kepala Seksi (Kasi) dan Penyelenggara di Kabupatan kota. Jika tersedia data jumlah umat by name, data sekolah sekolah, pasraman maka akan ada rekomendasi dari Bupati Gubernur untuk pengusulan guru, CPNS dan juga membentuk struktur Kepala Seksi (Kasi) dan Penyelenggara di tingkat Kabupaten. Solusi yang bisa kita lakukan Solusi adalah berjuang di jalur politik. Maka dari itu umat Hindu yang duduk sebagai anggota DPR RI, DPRD dan DPD harus memperjuangkan formasi guru, CPNS dan struktur Kasi dan Penyelenggara.
Di Kanwil Sulawesi Selatan,  Sulawesi Tengah akan diperjuangkan lagi menjadi Kepala Bidang sehingga akan ada kasi minimal 4 Kasi. Menyusul daerah lain Ini adalah perjuangan politik.

Prof. Widnya juga berkesempatan menjawab Pertanyaan DPP. Peradah NTB perihal upaya konversi agama di NTB. Pulau Bali memang menjadi barometer seni budaya dan agama. Tetapi di luar Bali masih banyak persoalan seperti di Lombok. Terjadi konversi agama dan lain-lain. bagaimana langkah-langkah memperkokoh sradha dan Bhakti. Pola pendidikan kepada generasi muda Hindu agar sradha kuat.

Lembaga mana yang menangani pembinaan umat? Persoalan selanjutnya adakah pembinaan umat Hindu yang kurang? Upaya Ditjen Bimas Hindu dengan meningkatkan jumlah penyuluh agama Hindu non PNS saja itu tidak cukup, harus ada penambahan Kasi Bimas Hindu dan Penyelenggara Hindu. Seperti pembahasan sebelumhya bahwa salah satu kelemahan kita adalah kita punya penyuluh tetapi tidak kompeten dan jarang melakukan penyuluhan. Pada prinsipnya penyuluh agama Hindu adalah sebagai ujung tombak pembinaan umat Hindu. Untuk mencegah upaya konversi maka kita bisa menegur langsung pelakunya, jika masih berlanjut upaya itu maka laporkan saja kepada yang berwajib karena kebebasan beragama itu diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang. Tetapi kita harus mengembakan toleransi umat beragama yang sudah dikembangkan di Indonesia juga di dunia.

Sebenarnya Parisada juga sudah melakukan pembinaan. Rendahnya pemahaman penyuluh juga berpengaruh. Disini soft skill Penyuluh Agama Hindu harus kita tingkatnya terutama mengenai kemampuan berbicara, problem solving dan seni berkomunikasi. Solusi selanjunya adalah Ditjen Bimas Hindu akan melakukan evaluasi terhadap kejadian ini. Terutama mengevaluasi SDM Penyuluh dengan berkoordinasi dengan Kabid Urusan Agama Hindu, Pembimas Hindu, Kasi dan Penyelenggara Hindu di daerah. Dirjen Bimas Hindu berharap Peradah juga aktif membina dalam hal pembinaan generasi muda.

Di bidang pendidikan Dirjen Bimas Hindu akan mendirikan sekolah pasraman formal sesuai PMA nomor 56 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Hindu. Sistem pendidikan ashram terbukti sangat efektif untuk membentuk karakter generasi muda seperti pola pada pondok pesantren yang diyakini akan mampu membentuk karaktaer siswa di pasraman. Di pasraman akan diperkuat dengan kurikulum agama Hindu. Ini harapan kita lewat jalur pendidikan asrama membentuk karakter generasi muda yang mengerti agama dan memperjuangkan pembinaan agama. Bimas Hindu juga sudah mendirikan pusat pendidikan di luar Bali sperti STAHN Gede Pudja, STAHN Tampung Penyang dang beberapa perguruan tinggi Hindu swasta lainnya sebagai pusat pengembangan pendidikan Hindu di luar Bali. Sistem Pendidikan Boarding School bisa kita kembangkan, ini akan menjadi sejarah baru dalam pembinaan generasi muda Hindu. Ke depan Pasraman formal akan diperjuangkan satuan kerja atau Unit Pelayanan Teknis (UPT).

Untuk di Bali kita sudah memilikki IHDN, UNHI, dan baru-baru ini Ditjen Bimas Hindu sudah melakukan penegerian STAHN Empu Empu Kuturan. Pendidikan Pasraman  masuk dalam visi misi pemerintah dalam hal ini Ditjen Bimas Hindu. Murid Hindu juga harus diajar oleh guru yang beragama Hindu sesuai dengan Undang-Undang pendidikan Nasional. Pihak Kampus juga harus melakukan pengabdian masyarakat sebagai bentuk penerapan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Solusi selanjutnya yang bisa kita tawarkan adalah gerakan gemar membaca kitab suci Weda. Gerakan ini akan dilaunching oleh Menteri Agama dalam waktu dekat. Dosen dan mahasiswa paska sarjana bisa melakukan penelitian sekaligus melakukan pembinaan di daerah umat yang minim akan pembinaan.

Di Bali sebenarnya sudah mewarisi tradisi kerajaan yaitu gemar membaca sastra dan lontar terjemahan Weda. Tetapi di luar bali hal ini ternyata menjadi masalah tersendiri. Banyak umat yang tidak gemar mebawa sloka apalagi kekawin. Untuk itu pembelajaran Weda harus dikenalkan kepada anak-anak diawali dengan cerita – cerita Itihasa dan Purana seperti Kisah Kepahlawanan Mahabharat dan Ramayana. Anak-anak akan tertarik mempelajari Weda. Akan tumbuh sradha dan bhakti pada diri umat Hindu setelah membaca Itihasa dan Purana. Kitab suci Weda yang terlalu banyak kodifikasinya membuat umat sulit untuk memahaminya, maka Bimas Hindu akan fokus pada pengadaan kitab Bhagavdgita dab Sarasamuccaya. Dari sisi Histyoris di Bali ada 3 (tiga) aliran besar yang ada dalam agama yaitu Siwaisme, Wasinawa, dan Tantra. Ketiga nya berbeda. Di Bali Kombinasi Siwaisme dan Tantraisme menjadi Siwa Sidhanta. Hal ini yang membuat budaya Hindu sangat kompleks.


Di akhir paparannya Dirjen Bimas Hindu menyampaikan fakta bahwa pelemahan generasi muda melalui narkoba juga menjadi masalah besar dalam pembinaan umat di samping miras dan pornografi sehingga penyuluh harus melengkapi bahan pembinaannya tidak hanya masalah agama tetapi juga materi pembinaan bahaya Penyalah gunaan narkoba, Penanggulangan Penyakit HIV AIDS, Bahaya miras, kenakalan remaja, pranikah, keluarga sukhinah dan bahaya narkoba. (eko prasetyo).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar